Senin, 16 Mei 2011

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PENGUKURAN

KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL DAN PENGUKURAN

Kepemimpinan merupakan salah satu topik yang selalu menarik untuk dikaji dan diteliti, karena kepemimpionan merupakan fenomena organisasi yang paling banyak diamati tetapi paling sedikit dipahami. Fenomena kepemimpinan di negara Indonesia juga telah membuktikan bagaimana kepemimpinan telah berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan berpolitik dan bernegara. Dalam dunia bisnis, kepemimpinan berpengaruh sangat kuat terhadap jalannya organisasi dan kelangsungan hidupnya.
Pada era globalisasi dan pasar bebas hanya perusahaan yang mampu melakukan perbaikan terus-menerus (continuous improvement) dalam pembentukan keunggulan kompetitif yang mampu untuk berkembang. Organisasi sekarang harus dilandasi oleh keluwesan, team kerja yang baik, kepercayaan, dan penyebaran informasi yang memadai. Sebaliknya, organisasi yang merasa puas dengan dirinya dan mempertahankan status quo akan tenggelam dan selanjutnya tinggal menunggu saat-saat kematiannya. Kepemimpinan sebagai salah satu penentu arah dan tujuan organisasi harus mampu mensikapi perkembangan zaman ini. Pemimpin yang tidak dapat mengantisipasi dunia yang sedang berubah ini, atau setidaknya tidak memberikan respon, besar kemungkinan akan memasukkan organisasinya dalam situasi stagnasi dan akhirnya mengalami keruntuhan.
Dalam konteks organisasi kontemporer dimana dikembangkan bentuk-bentuk organisasi yang terus menerus belajar baik pada tingkat sistem maupun pada tingkat individu anggotanya, kepemimpinan yang efektif adalah model-model kepemimpinan yang dapat menyebarkan karakteristik pemimpin pada semua level. Dengan kata lain, sebagaimana menurut Tichy dan Eli Cohen dalam bukunya “The Leadership Engine” bahwa pemimpin yang baik adalah pemimpin yang senantiasa mendidik (teaching) pemimpin-pemimpin lainnya pada jajaran di bawahnya, begitu seterusnya seperti dalam penjualan secara Multi Level Marketing. Sehingga dikatakan selanjutnya, pemimpin mempunyai tanggung jawab untuk mengembangkan pemimpin-pemimpin baru (to develop Leaders), Hal ini bias datang dari suatu komitmen yang kuat dalam diri seorang pemimpin. Senada dengan itu, Leider dalam Hesselbein, et. al (1996) menunjukkan hal itu dapat terjadi jika karakteristik self leadership dapat dikembangkan dalam semua level. Proses pembelajaran ini hanya jika model kepemimpinan yang dikembangkan adalah kepemimpinan trasnformasional.
Berkaitan dengan hal di atas, Jay T. Roundy melalui penelitiannnya “Hospital Administrator Leadership Practice Before and After the Implementation of Federal Cost Containment Policy” menguji perilaku kepemimpinan administratur rumah sakit setingkat CEO pada 250 rumah sakit. Dalam penelitian ini, Roundy menemukan bahwa rumah sakit-rumah sakit mengalami perkembangkan yang sangat pesat pada kinerja individual dan organisasi rumah sakit ketika para CEO mulai bergeser dari perilaku kepemimpinan yang transaksional menuju kepemimpinan tranformasional. Bertolak dari penelitian tersebut kiranya perlu dikembangkan model-model kepemimpinan tranformasional pada level management rumah sakit di Indonesia.
Pembahasan ini menitikberatkan pada pokok bahasan mengenai pemahaman terhadap kepemimpinan tranformasional dan pengukurannya serta kemungkinan model aplikasi di Rumah Sakit.

Pengertian dan Definisi Kepemimpinan

Setiap penulis literatur kepemimpinan pada umumnya mengajukan pengertian tersendiri tentang kepemimpinan. Locke (1997) melukiskan kepemimpinan sebagai suatu proses membujuk (inducing) orang-orang lain menuju sasaran bersama. Definisi tersebut mencakup tiga elemen berikut:
  1. Kepemimpinan merupakan suatu konsep relasi (relational concept). Kepemimpinan hanya ada dalam proses relasi dengan orang lain (para pengikut). Apabila tidak ada pengikut, maka tidak ada pemimpin. Tersirat dalam definisi ini adalah premis bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan berrelasi dengan para pengikut mereka.
  2. Kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin harus melakukan sesuatu. Seperti telah diobservasi oleh John Gardner (1986-1988) kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu otoritas. Kendati posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, namun sekedar menduduki posisi itu tidak menandai seseorang untuk menjadi pemimpin.
  3. Kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk pengikutnya melalui berbagai cara, seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukum, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan visi.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka pengertian pemimpin yang efektif dalam hubungannya dengan bawahan adalah pemimpin yang mampu meyakinkan mereka bahwa kepentingan pribadi dari bawahan adalah visi pemimpin, serta mampu meyakinkan bahwa mereka mempunyai andil dalam mengimplementasikannya.

Kepemimpinan Transformasional

Teori kepemimpinan transformasional merupakan pendekatan terakhir yang hangat dibicarakan selama dua dekade terakhir ini. Gagasan awal mengenai model kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass (Eisenbach, et.al., 1999 seperti dikutip oleh Tjiptono dan Syakhroza, 1999).
Dalam upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep kepemimpinan transformasional ini, Bass mengemukakan adanya kepemimpinan transaksional yaitu kepemimpinan yang memelihara atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan jenis ini didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchange process) di mana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin.
Sementara itu kepemimpinan transformasional adalah kepemimpinan yang dipertentangkan dengan kepemimpinan yang memelihara status quo. Kepemimpinan transformasional inilah yang sungguh-sungguh diartikan sebagai kepemimpinan yang sejati karena kepemimpinan ini sungguh bekerja menuju sasaran pada tindakan mengarahkan organisasi kepada suatu tujuan yang tidak pernah diraih sebelumnya. Para pemimpin secara riil harus mampu mengarahkan organisasi menuju arah baru (Locke, 1997).
Kepemimpinan transformasional didefinisikan sebagai kepemimpinan yang melibatkan perubahan dalam organisasi (dipertentangkan dengan kepemimpinan yang dirancang untuk memelihara status quo). Kepemimpinan ini juga didefinisikan sebagai kepemimpinan yang membutuhkan tindakan memotivasi para bawahan agar bersedia bekerja demi sasaran-sasaran "tingkat tinggi" yang dianggap melampaui kepentingan pribadinya pada saat itu (Bass, 1985; Burns, 1978; Tichy dan Devanna, 1986, seperti dikutip oleh Locke, 1997).
Menurut Burns, pemimpin bukan saja pemimpin yang memungkinkan terjadinya proses pertukaran dengan kemauan atau keinginan para pengikutnya, atau Pemimpin Transaksional, apalagi bagi para pengikutnya yang baru belajar, tetapi dalam proses selanjutnya perlu pemimpin yang dapat mengangkat dan mengarahkan pengikutnya ke arah yang benar, ke arah moralitas dan motivasi yang lebih tinggi atau sering disebut sebagai Pemimpin Transformasional. James MacGregor Burns, dalam Leadership (pemenang Pulitzer Prize), ” But transformational leadership ultimately becomes moral in that it raises the level of human conduct and ethical aspiration of both leader and the led, and thus it has a transforming effect on both.”
Perhatian orang pada kepemimpinan di dalam proses perubahan (management of change) mulai muncul ketika orang mulai menyadari bahwa pendekatan mekanistik yang selama ini digunakan untuk menjelaskan fenomena perubahan itu, kerap kali bertentangan dengan anggapan orang bahwa perubahan itu justru menjadikan tempat kerja itu lebih manusiawi. Di dalam merumuskan proses perubahan, biasanya digunakan pendekatan transformasional yang manusiawi, di mana lingkungan kerja yang partisipatif, peluang untuk mengembangkan kepribadian, dan keterbukaan dianggap sebagai kondisi yang melatarbelakangi proses tersebut, tetapi di dalam praktek, proses perubahan itu dijalankan dengan bertumpu pada pendekatan transaksional yang mekanistik dan bersifat teknikal, di mana manusia cenderung dipandang sebagai suatu entiti ekonomik yang siap untuk dimanipulasi dengan menggunakan sistem imbalan dan umpan balik negatif, dalam rangka mencapai manfaat ekonomik yang sebesar-besarnya (Bass, 1990; Bass dan Avolio, 1990; Hater dan Bass, 1988, seperti dikutip oleh Hartanto, 1991).
Bass (1990) dalam Hartanto (1991) beranggapan bahwa unjuk kerja kepemimpinan yang lebih baik terjadi bila para pemimpin dapat menjalankan salah satu atau kombinasi dari empat cara ini, yaitu (1) memberi wawasan serta kesadaran akan misi, membangkitkan kebanggaan, serta menumbuhkan sikap hormat dan kepercayaan pada para bawahannya (Idealized Influence - Charisma), (2) menumbuhkan ekspektasi yang tinggi melalui pemanfaatan simbol-simbol untuk memfokuskan usaha dan mengkomunikasikan tujuan-tujuan penting dengan cara yang sederhana (Inspirational Motivation), (3) meningkatkan intelegensia, rasionalitas, dan pemecahan masalah secara seksama (Intellectual Stimulation), dan (4) memberikan perhatian, membina, membimbing, dan melatih setiap orang secara khusus dan pribadi (Individualized Consideration). Pemimpin yang seperti ini akan dianggap oleh rekan-rekan atau bawahan mereka sebagai pemimpin yang efektif dan memuaskan.
Dimensi Kepemimpinan Transformasional


Pengukuran Kepemimpinan Transformasional
Instrumen pengukuran kepemimpinan transformasional ini dikembangkan dari Bass yang menggunakan Multifactor Leadership Quetioaire 5X R. (MLQ5X R Bass). MLQ5X R Bass ini berisi pernyataan dengan pilihan ganda dan pilihan isian. Pernyataan dengan pilihan ganda digunakan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku pemimpinan transformasional dengan empat aspeknya. Sedangkan pernyataan dengan isian digunakan untuk memperoleh informasi berkaitan dengan data kontrol seperti jenis kelamin, usia, masa kerja, agama, nama, departemen dan posisi jabatan.
MLQ5X R Bass berbentuk skala Likert dan bersifat kontinum, mulai dari titik A sampai E. Masing-masing dari titik menerangkan : Sering dilaksanakan (A) dengan bobot point %, Cukup sering dilaksanakan (B) dengan point 4, Kadang-kadang dilaksanakan (C) dengan point 3, Jarang dilaksanakan (D) dengan point 2, dan Tidak pernah dilaksanakan (E) dengan point 1.
MLQ5X R Bass dalam bentuk asli memuat 12 faktor pengukuran kepemimpinan tranformasional yang tersebar dalam 90 item yang meliputi item mengenai atribut charisma, idealized influence, inspirational leadership, intellectual stimulation, individual consideration, contingent reward, management by exception active, management by exception passive, laissez faire leadership, extra effort, effecitveness, dan satisfaction. Dalam pengukuran ini hanya akan digunakan empat dimensi saja sebagaimana telah dibahas di atas, yaitu dimensi yang langsung berkaitan dengan tranformational leadership. Alat ini aslinya berbahasa Inggris dan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dalam penelitian Zuliakifli (2002).
NO
ASPEK
ITEM NO
JUMLAH
1.
Atribut charisma/Idealized influence
1,2,6,7,11,12,16,17,21,22,26,27,31,32,36,42
16
2
Inspirational leadership/ Inspirational motivation
3,8,13,18,23,28,3337,38,39,43
11
3
Intellectual stimulation
4,9,14,19,24,29,34,40,44,46
10
4
Individual Consideration
5,10,15,20,25,30,35,41,45
9


JUMLAH
46
BAHAN BACAAN

Mandagie, KL, 2003, “Mencari Pemimpin-pemimpin”, Harian Sinar Harapan. Jum'at, 14 November 2003

Roundy, JT., 1991, “Hospital Administrator Leadership Practice Before and After the Implementation of Federal Cost Containment Policy”, Disertasi, Arizona : Univeritas Arizona,

Richard, B., el.al. 1996, The Leader of The Future, New York, Peter Drucker Foundation

Bass, B. 1985, Leadership and Performance Betyond Expectation, New York : Free Pass

Dubinsky, Alan J., Francis J. Yammarino, Marvin A. Jolson, 1995., An Examination of Linkages Between Personal Characteristic and Dimension of Transformational Leadership, Human Science Press, Inc.,

Hartanto, F. M., “Peran Kepemimpinan Transformasional dalam Upaya Peningkatan Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia, Makalah Seminar Departemen Tenaga Kerja, Jakarta, 1991.

Locke, E.A., 1997, Esensi Kepemimpinan (Terjemahan), Jakarta : Mitra Utama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar